Di Hibrkraft, kami memahami secara mendalam bahwa kitab suci bukanlah sekadar teks, melainkan manifestasi fisik dari iman dan bagian tak terpisahkan dari perjalanan spiritual seseorang. Karena itu, kami menjalankan setiap proses perbaikan dengan mengikuti adab yang berlaku: mulai dari bersuci sebelum menyentuh, menjaga keaslian susunan halaman, hingga melibatkan Anda sebagai pemilik dalam menentukan cara terbaik memperlakukannya.
Jika Anda memiliki kitab suci atau buku religius yang rusak, baik itu Al-Qur’an, Alkitab, Taurat, Tripitaka, atau lainnya, dan merasa bimbang, bertanya-tanya apakah ia boleh diperbaiki tanpa melanggar adab atau hukum agama, maka jawabannya adalah: tentu saja bisa, dan bahkan seharusnya, selama dilakukan dengan penuh hormat. Ini bukanlah sekadar proses perbaikan fisik, melainkan sebuah perwujudan dari etika, cinta, dan penghormatan pada Yang Suci. Anda bisa langsung menghubungi kami untuk memulai perjalanan penyelamatan ini.
Bukan Sekadar Buku: Sebuah Warisan Jiwa
Sebuah buku religius bukanlah benda mati. Ia adalah perpanjangan dari iman, sebuah wadah yang menyimpan warisan nilai, dan jembatan memori yang terbentang melintasi generasi. Di dalam sampulnya yang mungkin telah usang, tersimpan ayat-ayat yang pernah mengguncang jiwa, petunjuk hidup yang diwariskan dari kakek-nenek, dan bisikan ilahi yang turut membentuk identitas kita. Di Hibrkraft, kami tidak melihatnya sebagai tumpukan kertas dan tinta, melainkan sebagai warisan jiwa yang pantas dihormati, dirawat, dan dipulihkan dengan penuh adab.
Saya masih sangat ingat seorang pelanggan sepuh dari Solo yang datang ke studio kami. Beliau membawa sebuah Alkitab tua berhuruf Jawa milik almarhumah ibunya, yang katanya selalu dibacakan untuknya setiap malam sebelum tidur. “Sudah bolong-bolong, Mas,” katanya sambil tersenyum getir, menahan haru. “Tapi saya tidak tega menggantinya dengan yang baru.” Buku itu jelas bukan sekadar warisan. Ia adalah pelukan, doa, dan gema suara seorang ibu yang telah tiada. Saat kami mulai membongkarnya dengan sangat hati-hati di ruang kerja, tangan kami gemetar. Bukan karena takut melakukan kesalahan teknis, tetapi karena kesadaran yang mendalam: kami sedang menyentuh kenangan, sejarah, dan cinta dari sebuah keluarga.
Dan pengalaman itu bukanlah satu-satunya. Beberapa orang membawa mushaf Al-Qur’an kecil yang penuh dengan coretan halus dari anak-anak mereka yang sedang belajar Iqra’. Ada pula yang datang dengan kitab-kitab suci Hindu yang nyaris hancur karena terendam banjir, dibungkus dengan kain putih bersih seolah sedang menyelamatkan seorang bayi. Setiap buku membawa ceritanya sendiri, dan setiap cerita layak didengarkan.
Di Hibrkraft, kami percaya bahwa perbaikan buku religius bukanlah sekadar urusan teknis menjahit dan menempel. Ini adalah persoalan adab. Ini tentang bagaimana kita memperlakukan apa yang tidak terlihat—iman, tradisi, dan ketundukan. Karena dalam setiap halaman yang koyak atau jilidan yang lepas, ada sesuatu yang tidak bisa diperbaiki dengan benang dan lem biasa: makna. Jika Anda ingin memahami dari mana kepedulian mendalam ini berasal, Anda bisa membaca langsung visi awal kami. Hibrkraft tidak lahir dari rencana bisnis, melainkan dari keinginan untuk tetap waras di dunia yang bising, dari catatan tangan yang menyelamatkan jiwa.
Adab dalam Islam: Tubuh yang Bersih, Niat yang Lurus
Sebagai sebuah tim yang mayoritas beragama Islam, kami tumbuh dalam lingkungan yang mengajarkan bahwa Al-Qur’an tidak boleh disentuh secara sembarangan. Ada syarat batiniah dan lahiriah yang harus dipenuhi sebagai bentuk penghormatan tertinggi (ta’dhim).
- Bersuci Terlebih Dahulu: Sebelum menyentuh mushaf, berwudhu adalah sebuah keharusan. Ini adalah simbol penyucian diri, sebuah persiapan fisik dan spiritual sebelum berinteraksi dengan Kalamullah.
- Menempatkan di Tempat yang Mulia: Kami tidak akan pernah meletakkan Al-Qur’an di lantai, melangkahinya, atau duduk di posisi yang lebih tinggi dari tempat kitab suci itu diletakkan. Ia selalu ditempatkan di tempat yang bersih, terhormat, dan lebih tinggi.
- Menggunakan Tangan Kanan: Dalam tradisi Islam, tangan kanan digunakan untuk hal-hal yang baik dan mulia. Menyentuh dan memegang Al-Qur’an dengan tangan kanan adalah bagian dari adab ini.
Penghormatan ini, menariknya, tidak hanya terbatas pada kitab suci kami sendiri. Islam mengajarkan untuk menghormati wahyu-wahyu yang diturunkan sebelumnya. Lihatlah bagaimana Nabi Muhammad SAW memperlakukan kitab Taurat. Dalam sebuah riwayat dari Sunan Abi Dawud (Kitab 38, Hadis 4434), diceritakan bahwa ketika sebuah salinan Taurat dibawa ke hadapan beliau, beliau meminta sebuah bantal dan menempatkan Taurat di atasnya. Ini adalah sebuah isyarat yang sangat kuat: bahkan terhadap wahyu yang diyakini telah mengalami perubahan, ada sebuah sopan santun ilahiah yang harus dijaga.

Landasan Hukum: Kitab Mereka, Namun Tetap Mengandung Kesucian
Sikap hormat ini bukanlah sekadar basa-basi atau toleransi sosial, melainkan berakar kuat dalam akidah Islam. Al-Qur’an sendiri secara eksplisit meminta umatnya untuk mengakui dan menghormati wahyu-wahyu terdahulu.
- Dalam Surah Al-Baqarah ayat 136, umat Islam diajarkan untuk menyatakan iman kepada “apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
- Dalam Surah Al-Maidah ayat 48, disebutkan bahwa Al-Qur’an diturunkan sebagai mushaddiqan lima baina yadaihi minal-kitab (pembenar terhadap kitab-kitab yang datang sebelumnya). Ini adalah sebuah pengakuan akan adanya kesinambungan wahyu ilahi, bukan penghapusan total.
Berdasarkan landasan ini, lembaga-lembaga fatwa kontemporer seperti IslamWeb (dalam Fatwa No. 187555) menegaskan bahwa kitab-kitab suci terdahulu seperti Injil dan Taurat tidak boleh dihina atau diperlakukan secara tidak pantas karena diyakini masih mengandung sebagian dari kebenaran wahyu Allah, meskipun juga diyakini telah mengalami perubahan. Dengan kata lain, memperlakukan Alkitab atau kitab suci lainnya secara sembarangan bukan hanya tindakan yang tidak sopan, tetapi juga bertentangan dengan etika dan ajaran Islam itu sendiri.
Prinsip Lintas Agama: Rasa Hormat Itu Universal
Pada hakikatnya, setiap agama yang hidup dan dihayati oleh pemeluknya pasti mengajarkan prinsip yang sama: jangan pernah mempermainkan apa yang dianggap sakral. Baik itu Al-Qur’an dalam Islam, Alkitab dalam Kekristenan, Taurat dalam Yudaisme, Tripitaka dalam Buddhisme, maupun Weda dalam Hinduisme—semuanya lahir dari rasa takjub, takut, dan cinta pada sesuatu Yang Lebih Tinggi. Menghormati yang sakral adalah bahasa universal dari iman.
Ada seorang ibu dari Pekalongan yang datang ke studio kami beberapa bulan yang lalu. Ia membawa sebuah Alkitab kecil yang basah dan berlumpur, yang ia temukan di pinggir sungai setelah banjir bandang menerjang kotanya. “Ini bukan milik saya, Mas,” katanya pelan. “Saya Muslim, tapi saya merasa berdosa jika membiarkannya hancur. Saya merasa harus menyelamatkannya.”
Kami pun memperbaiki buku itu tanpa memungut biaya sepeser pun. Bukan karena kami merasa mulia, tetapi karena kami percaya bahwa sebuah perbuatan baik yang tulus seperti itu pantas untuk dilanjutkan, bukan dihentikan. Kami percaya pada prinsip universal yang hadir dalam hampir semua ajaran agama: Anda akan menuai apa yang Anda tanam. Do good, and good will come to you. Prinsip sederhana inilah yang menjadi fondasi tak tertulis dari setiap pekerjaan yang kami lakukan.
Sumber Rujukan | Pokok Ajaran | Makna dalam Konteks Perbaikan Buku |
---|---|---|
Hadis Nabi Muhammad SAW (Sunan Abi Dawud 4434) | Menempatkan Taurat di atas bantal sebagai tanda penghormatan. | Menunjukkan bahwa adab dan penghormatan harus diberikan bahkan kepada kitab suci agama lain. |
Al-Qur’an (Contoh: Q.S. 2:136 & 5:48) | Beriman kepada kitab-kitab para nabi terdahulu dan membenarkan wahyu sebelumnya. | Memberikan landasan teologis yang kuat bagi seorang Muslim untuk menghormati Alkitab, Taurat, dan kitab suci lainnya. |
Piagam Madinah (Catatan Sejarah) | Memberikan kebebasan kepada komunitas Yahudi untuk menggunakan Taurat dalam hukum dan ibadah mereka. | Contoh historis tentang koeksistensi dan pengakuan terhadap kitab suci komunitas lain dalam masyarakat yang dipimpin Nabi. |
Prinsip Etika Universal (The Golden Rule) | Perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan. | Menghormati yang sakral bagi orang lain adalah cerminan dari bagaimana kita ingin yang sakral bagi kita dihormati. |
Perbaikan Buku Religius adalah Sebuah Ibadah Kecil
Ketika Anda menyerahkan sebuah buku religius kepada kami untuk diperbaiki, kami sadar betul bahwa yang Anda serahkan bukanlah sekadar kertas dan tinta. Anda sedang mempercayakan sebuah kenangan, sebuah warisan, dan mungkin, sebuah bentuk cinta yang paling sunyi kepada kami. Oleh karena itu, proses kami lebih dari sekadar teknis.
- Konsultasi dengan Penuh Empati: Kami akan mendengarkan cerita di balik buku Anda. Siapa pemiliknya? Bagaimana sejarahnya? Apakah ada ritual atau adab tertentu yang harus kami jaga selama proses perbaikan? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan menjadi pemandu kami.
- Penanganan dengan Adab: Sebelum menyentuh kitab-kitab seperti Al-Qur’an, kami akan memastikan diri kami dalam keadaan suci. Kami menggunakan metode khusus dan material berkualitas arsip (bebas asam dan aman secara kimiawi) yang dirancang untuk memulihkan kertas yang rapuh dan jilidan yang lepas tanpa mengubah teks atau susunan aslinya.
- Proses yang Transparan: Kami akan menjelaskan setiap langkah yang akan kami ambil dan meminta persetujuan Anda. Tujuan kami adalah menstabilkan dan memperpanjang usia buku, bukan mengubahnya menjadi “seperti baru” yang justru dapat menghilangkan jejak sejarahnya yang berharga.
Bagi kami, setiap jahitan yang menyatukan kembali halaman yang lepas, setiap lapisan kertas Jepang yang menambal bagian yang sobek, adalah sebuah bentuk ibadah kecil. Sebuah doa dalam tindakan.
Penutup: Kitab Suci adalah Nafas, Bukan Sekadar Objek
Kami tidak memperbaiki buku religius karena kami sekadar penyedia jasa. Kami memperbaikinya karena kami percaya pada hal-hal yang tidak bisa dilihat namun sangat terasa: adab, warisan, dan rasa hormat yang tulus untuk tidak meremehkan yang suci.
Jika Anda memiliki sebuah kitab yang rusak—bukan hanya Al-Qur’an, tetapi juga Alkitab, Taurat, atau kitab suci lainnya yang sangat berarti bagi Anda—mari kita rawat ia bersama. Karena tidak semua yang rusak harus dibuang. Beberapa hal yang paling berharga justru layak untuk diperbaiki dengan penuh cinta dan rasa hormat.
Pertanyaan yang Sering Diajukan (FAQ)
Apakah memperbaiki kitab suci yang rusak itu diperbolehkan secara agama? Saya khawatir itu dianggap tidak sopan.
Justru sebaliknya. Memperbaiki kitab suci yang rusak dengan niat untuk memuliakannya adalah sebuah tindakan yang sangat dianjurkan dan terpuji. Membiarkannya dalam keadaan rusak atau tidak terawat justru dapat dianggap sebagai bentuk kelalaian. Selama proses perbaikan dilakukan dengan adab dan niat yang benar, ini adalah cara untuk menghormati dan menjaga firman Tuhan.
Kitab suci saya bukan Al-Qur’an. Apakah tim Hibrkraft akan memperlakukannya dengan rasa hormat yang sama?
Tentu saja. Sebagaimana dijelaskan, prinsip kami berlandaskan pada ajaran Islam untuk menghormati semua kitab suci yang diwahyukan dan pada etika universal untuk menghargai apa yang sakral bagi orang lain. Setiap buku religius, apa pun keyakinannya, akan kami perlakukan dengan tingkat kehormatan dan ketelitian yang sama.
Apa bedanya memperbaiki di Hibrkraft dengan di tukang jilid buku biasa?
Perbedaan utamanya terletak pada pendekatan dan material. Tukang jilid biasa fokus pada fungsi, seringkali menggunakan lem dan bahan komersial yang dalam jangka panjang bisa merusak kertas tua. Kami menggunakan pendekatan konservasi: memakai material bebas asam berkualitas arsip, teknik yang reversibel (dapat diurungkan), dan yang terpenting, kami memprioritaskan adab dan penghormatan terhadap kesucian buku tersebut.
Bagaimana jika ada halaman yang hilang? Apakah bisa ditambahkan?
Kami tidak akan pernah mencetak ulang atau menulis ulang ayat yang hilang karena itu berada di luar wewenang kami dan dapat mengubah keaslian kitab. Namun, kami bisa melakukan penjilidan ulang dengan rapi, menyisakan ruang kosong di tempat halaman yang hilang, atau menstabilkan halaman-halaman yang ada agar tidak ada lagi yang hilang di masa depan.
Saya berada di luar kota. Bagaimana cara saya mengirimkan buku saya untuk diperbaiki?
Anda bisa menghubungi kami terlebih dahulu melalui WhatsApp di +62 815-1119-0336 untuk berkonsultasi dan menunjukkan foto kondisi buku Anda. Setelah itu, kami akan memberikan panduan tentang cara mengemas buku dengan aman untuk pengiriman agar tidak mengalami kerusakan lebih lanjut dalam perjalanan.
Referensi
- Sunan Abi Dawud, Book 38, Hadith 4434 (English Reference)
- IslamWeb Fatwa No. 187555: Ruling on Insulting the Bible
- Britannica – Constitution of Medina
- Quran 2:136 (Al-Baqarah) – English Translation and Analysis
- My Jewish Learning – The Sofer: A Jewish Scribe (for context on respect in other Abrahamic faiths)