Tidak terasa sudah hampir 10 tahun kami berdiri dan menjadi salah satu barometer handmade journal di Indonesia. Mengamati berbagai hal yang terjadi pada kami, membuat kami berpikir bahwa masih panjang jalan yang harus kami lalui. Masih panjang perjuangan yang harus kami lewati. Pun demikian, kami tidak ingin lupa mengenai hal-hal yang membuat kami mendirikan Hibrkraft. Post ini akan membahas mengenai pertanyaan yang kerap kali ditanyakan oleh teman-teman kami: Kenapa kami mendirikan Hibrkraft?
Disamping sejarah Hibrkraft yang sudah sering dibahas, post ini akan membahas sedikit lebih dalam lagi mengenai Hibrkraft. Mungkin lebih ke nostagia kali ya. Post ini juga akan dibagi menjadi beberapa bagian. Kamu bisa buka satu-persatu poin ini untuk membaca rangkumannya.
Total Time: 15 minutes
Sejarah Singkat Hibrkraft
Hibrkraft dirintis pada 2011 dengan nama Hibrcraft. Pada 1 Mei 2013, Hibrkraft resmi didirikan dan penjualan saat itu masih sebatas “founder’s inner circle”. Hibrkraft mulai dijadikan usaha yang serius sejak 2016. Sempat vakum sejak Februari 2018 sampai September 2020.
Merintis pada 2011
Saat mengawali, Hibrkraft menggunakan bahan-bahan yang di-repurpose seperti kalender bekas, flyer bekas, dan lainnya.
Dibalik nama Hibrkraft
Hibr merupakan akronim dari Haji Ibrahim, yang merupakan cita-cita dari Ibrahim Anwar untuk dapat pergi ke tanah suci. Kraft berarti seni kerajinan tangan.
Kenapa Mendirikan Hibrkraft?
Karena butuh buku catatan yang pas dengan keinginan. Karena iseng, ingin membuat prakarya sendiri. Karena ingin, ingin mengembalikan kecintaan masyarakat terhadap dunia tulis menulis yang mulai ditinggalkan.
Untuk membaca in-depth explanation tentang kenapa kami mendirikan Hibrkraft, langsung baca aja artikel ini ya. Tulisan ini ditulis oleh @hibranwar, founder Hibrkraft. Karena rasanya memang saya sendiri yang harus menulis tulisan ini sepenuhnya.
Merintis Hibrkraft
Saat awal mendirikan Hibrkraft, yang waktu itu dinamai Hibrcraft, saya tidak pernah menyangka bahwa Hibrkraft akan menjadi seperti sekarang ini. Saya hanya membuat 3 unit buku catatan saat itu, yang diawali karena “butuh” dan “iseng”. Butuh, karena saya memang orangnya rajin nyatet. Sampai sekarang sudah 40 pcs buku tulis yang saya habiskan sejak umur 8 tahun, sejak kelas 2 SD waktu itu.
Banyak teman-teman saya yang kerap kali mencemooh, bahwa menulis buku harian merupakan sebuah kegiatan yang kecewek-cewekan dan tidak pantas dilakukan oleh laki-laki. Saya tidak peduli dengan omongan itu karena memang isi kepala saya rasanya liar sekali. Saya perlu menuangkan apa yang ada di kepala, baik itu ide, pengalaman, gagasan baru, informasi dan wawasan menarik hari itu, kliping, atau bahkan sekedar corat-coret desain pesawat jet, kapal, dan roket. Ya bisa dibilang buku harian saya random sekali isinya.
Kebiasaan ini diturunkan dari Ibu saya, yang memang juga gemar menulis. Saya bersyukur karena saya meniru kebiasaan ini. Banyak hal-hal yang tak bisa saya ungkapkan lewat lisan akhirnya tersalurkan lewat tulisan. Banyak ide dan mimpi yang bahkan buat saya sendiri nyeleneh, bisa saya ungkapkan di buku catatan saya sendiri. Saya bahkan membuat berbagai macam constructed alphabet dan menggunakannya untuk menulis di buku catatan yang saya miliki. Saya juga sempat membuat bahasa sendiri saat kelas 3 SD, saat teman-teman saya sedang heboh dan merasa trendy dengan bahasa “ge”.
Yes, i took it to another level.
Kebiasaan ini berlangsung sampai tahun 2011, ketika saya kehabisan buku catatan dan tidak punya uang untuk membeli buku catatan baru. Saya jarang meminta hal seperti ini pada orangtua saya. Saat itu pula belum lama saya melihat cara membuat buku (bookbinding technique) di blog bookbindingteam (sayang blognya sudah mati). Saya memutuskan untuk membeli lem, beberapa lembar kertas HVS, dan benang. Saya membuat buku pertama saya menggunakan bahan-bahan bekas seperti kalender bekas, board bekas, dan kain kasa sisa.
Voila. Jadilah 3 buku catatan pertama saya.
Saya gunakan 1 pcs buku catatan tersebut, dan 2 pcs lainnya saya coba jual. Tapi…. tidak membuahkan hasil. Bahkan saya menerima tertawaan dan ledekan saat saya menawarkan produk itu pada teman-teman saya. Akhirnya terjual sih, tapi setengah mengemis itu juga. Pembeli pertama buku catatan saya adalah teman satu organisasi saya di SMA, namanya Eranthy Firdaus. Saya ingat sekali saat bilang “Ro, please beli dong, Ro. Gua ga ada bensin buat balik” dalam keadaan lapar. It felt terrible.
Yah akhirnya saya memang patah semangat, sampai akhirnya buku catatan yang tidak terjual sudah habis lagi, akhirnya saya coba buat lagi dan berbekal sedikit informasi tentang product photography, saya foto buku catatan yang baru saya buat tersebut. Saya perlihatkan kepada Ibu saya, dan beliau menyarankan untuk memasang harga yang lebih tinggi dan saya jadikan display picture Blackberry Messenger yang saat itu memang sedang booming. Lucu, ketika saya pasang harga yang sedikit lebih tinggi, pesanan banyak berdatangan. Hasil penjualan saya putar untuk kembali membeli bahan-bahan dan peralatan yang lebih baik lagi.
Sampai akhirnya tahun 2013, saya bertemu dengan @jorvji. Dia banyak membantu dan mengajari saya soal branding dan marketing. Dan pada 1 Mei 2013, berdirilah Hibrkraft, dengan visi “mengembalikan kecintaan masyarakat Indonesia pada dunia tulis menulis”. Pada perjalanannya, Hibrkraft banyak mengalami pasang surut dan kembang-kempis. Ya namanya juga usaha ya kan. Hingga akhirnya kami memiliki kantor dan showcase sendiri pada tahun 2017.
Sayang, masa kejayaan ini tidak berlangsung lama. Hibrkraft runtuh pada Februari 2018 karena alasan personal yang mungkin akan saya bahas lain waktu. Saya akhirnya sepakat dengan diri sendiri untuk menjalankan Hibrkraft secara pasif (ada order dilayani, ga ada order yasudah). Pun demikian, kami terus menerima berbagai pesanan dari berbagai institusi dan perusahaan.
Saya mulai mencoba menekuni kembali passion saya di dunia tulis-menulis, di Hibrkraft, belum lama ini. Yaitu 14 September 2020. Iya, Hibrkraft kembali lagi menjadi sebongkah jagung muda. Tapi bukankah itu hal bagus? Kita bisa start fresh, bisa lebih baik lagi.
Dibalik Nama “Hibrkraft”
Sebenarnya, Hibrkraft dulu bernama Hibrcraft. Berasal dari dua kata, yaitu Hibr dan Craft. Hibr (dibaca: hiber) sendiri merupakan akronim dari Haji Ibrahim, yang merupakan cita-cita saya untuk menjadi seorang Haji. Selain itu, hibr kerap diartikan sebagai “hiber”, yang dalam bahasa sunda berarti “terbang”. Ada juga yang mengartikan Hibr sebagai “eksklusif dan premium”.
Saya sendiri tidak masalah dengan semua praduga dan pendapat soal nama itu. Buat saya pribadi, biarlah orang berasumsi. Hibrkraft akan tetap menjadi Hibrkraft.
Kok namanya susah dibaca sih? Iya juga sih sebenarnya. Banyak yang sering typo dan salah ketik saat nyari nama Hibrkraft. Tapi tidak apalah. Kalau memang jodoh, kita akan dipertemukan, seberapa mudah atau seberapa sulitpun itu.
Kenapa Kami Mendirikan Hibrkraft
Awalnya, karena butuh. Saya membutuhkan buku catatan baru yang sesuai dengan keinginan saya sendiri. Saya membutuhkan buku catatan baru karena yang lama sudah habis. Saya selalu membutuhkan buku catatan untuk menuangkan ide-ide dan pikiran yang ada di kepala saya. Dan Hibrkraft menjadi sarana saya untuk menyalurkannya.
Karena iseng. Saat itu saya iseng ingin membuat prakarya sendiri. Meski sekarang bukan lagi menjadi usaha yang dilakukan karena iseng. Hibrkraft menjadi usaha yang serius, dan masih akan tetap berkembang.
Karena ingin. Saya ingin mengembalikan kecintaan masyarakat kepada dunia tulis menulis yang kini sudah mulai ditinggalkan. Ini cita-cita yang agak berat sih, tapi bukan berarti tidak mungkin. Menulis di media apapun, saya rasa akan memberi dampak positif bagi diri sendiri secara khusus, dan dampak panjangnya pasti kepada hal yang lebih besar: bangsa dan negara. Kita lihat bahwa angka literasi di Indonesia masih cukup rendah, dan ini hal yang mau saya rubah.
Ada yang satu visi? 🙂
aku juga punya cita cita pengen bikin buku kaya gini ka.. semoga cita2 bisa terus jalan ya ka, makin banyak yang hobi nulis
bikin dong, ayo kita wujudkan #indonesiamencatat!
Desain-desainnya cakep kak. Terus lanjutkan ya, semoga bisnisnya terus berkembang..aamiin..
buku catatan atau diary memang sangat diperlukan untuk keperluan kita menulis schedule agar tidak mudah lupa, kalau dicatat dalam buku diary selalu ingat, hibrkraft-nya keren euy …
betoel….. ๐
Lanjutkan terus kak Hibrkraft nya, pernah bagus waktu sebelum 2018 berarti punya keunikan yang bisa dilanjutkan seterusnya.
Oh iya, bukan “yang mau saya rubah” tetapi “yang mau saya ubah” ya kak ?, karena rubah itu menurut KBBI adalah hewan
wah makasih loh koreksinya hahahaha
Keren banget kak idenya.
Aq juga masih pakai buku kalo catatan kecil mau kemana, dan selalu ada di tas.
Jadi kalo ada ide2 melintas di kepala bisa langsung bikin draft nya gitu
ide perlu ditulis, karena umur ide biasanya sekitar 3 detik saja ๐
Sukaaa baca kisah perjuangannya.
Dari kreativitas membuahkan ide untuk membuat dan menjual produk.
Saya sih mau aja terima free endorse dari Hibrkraft, heheh…
Itung2 bantu UMKM ya.
boleeeh nanti dihubungi ๐
Semoga selalu sukses Hibrkraft, membuat orang-orang kembali semangat menulis. Sayapun sudah lama tidak menulis secara manual, semua serba digital. Tapi ada sesuatu yg special saat menulis di kertas tuh
selalu kak! menulis di kertas selalu memberi pengalaman yang khas: menggoreskan tinta ke kertas
Idenya hibkraft kreatif banget ya kak, memang yang paling susah dalam menjalankan sebuah bisnis yaitu konsisten, semoga hibkraft bisa terus konsisten dan bisa go Internasional.
terimakasih! yuhuuu
Aku juga masih suka lho menulis catatan di kertas, meski tulisan tangan nggak sebagus dulu ketika masih sekolah ๐ terutama ya to do list harian sih, biar nggak kelupaan dikerjain. Puas aja kalau bisa nyoret tanda sudah done ๐
latar belakangnya mengisnpirasi banget kak, bermula dari kebutuhan, buat sendiri karena suka coba2, dan voila jadi bisnis deh. Sukses terus buat Hibrkraft ya!
Sebenarnya ga sesederhana itu sih kak hehehe. Tapi ya bisa dibilang begitu ๐